Pendekatan Kultur Sel untuk Uji Efikasi Obat ADHD pada Anak

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah salah satu gangguan perkembangan saraf yang paling umum pada anak-anak. Gangguan ini ditandai oleh gejala berupa kesulitan memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan impulsivitas yang mengganggu fungsi sehari-hari. 

Prevalensi ADHD pada anak-anak diperkirakan mencapai 7,2% secara global, menjadikannya fokus utama dalam penelitian medis dan farmasi.

Dalam pengobatan ADHD, terapi farmakologis menggunakan psikostimulan seperti metilfenidat dan dexamfetamin menjadi pilihan utama. Namun, dengan berkembangnya terapi alternatif diperlukan metode untuk mengevaluasi efikasi (kemanjuran), keamanan, dan toksisitas obat secara menyeluruh. 

Salah satu pendekatan yang semakin populer adalah menggunakan kultur sel, yang memungkinkan uji efikasi dilakukan secara lebih terkendali dan etis.

Definisi Kultur Sel dalam Uji Efikasi Obat

Kultur sel adalah teknik laboratorium di mana sel-sel hidup diambil dari organisme (baik manusia maupun hewan) dan dipelihara dalam kondisi buatan untuk penelitian. 

Dalam konteks uji efikasi obat, kultur sel memungkinkan peneliti untuk mempelajari respons seluler terhadap obat tertentu, seperti perubahan ekspresi gen atau aktivitas protein. Selain itu, kultur sel digunakan sebagai metode untuk menguji potensi farmakologis obat pada target molekuler yang spesifik.

Untuk ADHD, pendekatan ini dapat digunakan untuk memahami bagaimana obat memengaruhi sel-sel saraf (neuron) dalam sistem saraf pusat, yang merupakan target utama terapi ADHD. Selain itu, kultur sel dapat mengurangi ketergantungan pada uji hewan sehingga lebih etis dan hemat biaya.

Prinsip Kultur Sel dalam Uji Efikasi Obat

Metode kultur sel dalam uji efikasi obat ADHD berpusat pada tiga elemen utama, yakni pemilihan model seluler, penyesuaian lingkungan kultur, dan analisis hasil.

Model seluler dipilih berdasarkan relevansi biologis dengan penyakit ADHD. Beberapa jenis sel yang sering digunakan, yaitu neuron diferensiasi dari sel punca (stem cells) dan sel primer dari korteks otak.

Kultur sel dilakukan dalam kondisi yang menyerupai lingkungan tubuh manusia untuk memastikan hasil yang relevan. Elemen-elemen penting yang digunakan pada kultur sel, yaitu media kultur yang berisi nutrisi, faktor pertumbuhan, dan gas seperti oksigen dan karbon dioksida. Elemen lainnya yakni suhu yang biasanya pada 37°C untuk menyerupai suhu tubuh manusia. Selain itu, penggunaan Co-Culture kadang digunakan untuk meniru interaksi antara neuron dan sel lain, seperti astrosit.

Dalam uji efikasi obat terapeutik ADHD menggunakan kultur sel, prosedur dilakukan melalui beberapa langkah utama. Sel yang telah dikultur dipaparkan dengan konsentrasi obat tertentu untuk mengukur respons biologisnya. Salah satu parameter yang diamati adalah aktivitas peningkatan pelepasan neurotransmiter seperti dopamin dan noradrenalin, yang relevan dengan mekanisme kerja obat ADHD. 

Analisis molekuler juga perlu dilakukan untuk mendalami efek obat pada level genetik dan protein. Teknik seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) digunakan untuk mengidentifikasi perubahan ekspresi gen, sementara Western Blot memungkinkan pengamatan lebih rinci terhadap protein target yang terlibat dalam pengendalian ADHD. 

Pendekatan molekuler memberikan pemahaman komprehensif tentang efektivitas obat dan dampaknya pada seluler, yang menjadi dasar untuk pengembangan terapi yang lebih aman dan efektif.

Setelah hasil diperoleh, validasi dilakukan untuk memastikan bahwa respons yang diamati relevan dengan kondisi klinis pada manusia. Hal ini mencakup perbandingan dengan data klinis sebelumnya atau hasil uji pada model hewan.

Pentingnya Kultur Sel dalam Pengembangan Terapi ADHD

Pendekatan kultur sel memiliki sejumlah keunggulan yang menjadikannya sangat penting dalam penelitian ADHD. Salah satu keunggulannya adalah efisiensi dan kecepatan, di mana uji kultur sel dapat memberikan hasil dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan uji klinis atau uji pada hewan. Selain itu, metode ini lebih ramah etika karena mengurangi kebutuhan akan uji coba pada hewan.

Kultur sel juga menawarkan relevansi biologis yang lebih tinggi dengan menggunakan model seluler manusia, sehingga hasilnya lebih mencerminkan kondisi klinis sebenarnya. Kemajuan teknologi bahkan memungkinkan penggunaan sel pasien, seperti melalui teknik induced Pluripotent Stem Cells (iPSCs), untuk mengembangkan terapi yang dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan individu. 

Pendekatan ini tidak hanya mempercepat inovasi dalam pengobatan ADHD tetapi juga mendukung pengembangan obat yang lebih aman, terutama bagi anak-anak yang cenderung lebih rentan terhadap efek samping dibandingkan orang dewasa.

Pengujian obat adalah salah satu layanan di IML Research untuk mendukung peredaan obat yang aman dikonsumsi oleh masyarakat. Uji Efikasi adalah kunci untuk mengetahui efektivitas obat tersebut, salah satunya dengan pendekatan kultur sel. Jika Anda seorang produsen obat, maka Anda bisa melakukan uji laboratorium di IML Research!

Author: Dherika

 

Referensi

Chierrito, D., Villas-Boas, C.B., Fernanda, S.T., Fernando, F., Andreia, C.C.S., & Joao, C.P.d. (2019). Using Cell Cultures for the Investigation of Treatments for Attention Deficit Hyperactivity Disorder: A Systematic Review. Current Neuropharmacology, 17: 916-925. Doi: 10.2174/1570159X17666190409143155.

Huber JM, Amann A, Koeck S, Lorenz E, Kelm JM, Obexer P, Zwierzina H, Gamerith G. (2016). Evaluation of assays for drug efficacy in a three-dimensional model of the lung. J Cancer Res Clin Oncol, 142(9):1955-66. Doi: 10.1007/s00432-016-2198-0.

SoHealthy. (n.d). History of Animal Cell Culture. Retrieved from https://scienceofhealthy.com/history-animal-cell-culture/ (Accessed: November 17th, 2024).

Share your love

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi kami untuk informasi yang Anda perlukan.

Silakan konsultasikan kebutuhan pengujian produk Anda dengan tim ahli kami secara gratis.

Formulir Kontak