Mengidentifikasi Jamur dengan Cepat dan Akurat: Kekuatan Teknologi Biologi Molekuler
Jamur adalah organisme yang tergolong dalam kingdom Fungi dan memainkan peran penting dalam ekosistem sebagai dekomposer atau pengurai materi organik yang telah mati seperti daun, kayu, dan hewan. Jamur dapat berbentuk mikroskopis seperti ragi dan kapang, atau makroskopis seperti jamur yang sering kita temukan di alam. Mereka berkembang biak melalui spora, yang dapat disebarkan melalui udara, air, atau organisme lain.
Walaupun jamur memiliki peran penting di ekosistem, terdapat banyak jenis jamur yang merugikan manusia karena dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, kerusakan pada tanaman hasil panen, dan degradasi bahan bangunan. Misalnya, jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus yang bisa tumbuh dan menyebabkan kontaminasi pada makanan dapat menghasilkan mikotoksin yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, serta mengurangi kualitas dan keamanan pangan. Beberapa jamur juga dapat menjadi spesies invasif yang mengancam keanekaragaman hayati lokal dengan menyerang spesies asli. Contohnya, jamur Batrachochytrium dendrobatidis, penyebab penyakit chytridiomycosis, yang telah menurunkan keanekaragaman, bahkan memusnahkan populasi amfibi di seluruh dunia.
Maka dari itu, Identifikasi jamur menjadi langkah yang sangat krusial dalam berbagai bidang seperti pangan, pertanian, kedokteran, dan bioteknologi. Di dunia kedokteran, infeksi jamur yang tidak terdeteksi atau salah diidentifikasi dapat berakibat fatal, terutama pada pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Sementara itu, dalam bioteknologi, pemanfaatan jamur sebagai sumber enzim, antibiotik, dan bahan bioaktif lainnya memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai spesies jamur yang digunakan.
Metode Pengujian Biologi Molekuler Jamur
Secara tradisional, identifikasi jamur biasanya dilakukan melalui pengamatan terhadap karakteristik morfologinya, seperti bentuk spora, warna koloni, dan struktur hifa. Meskipun metode ini telah digunakan selama bertahun-tahun, terdapat banyak keterbatasan, terutama dari sisi keakuratannya. Banyak spesies jamur yang memiliki morfologi yang sangat mirip satu sama lain sehingga dapat menyebabkan kesalahan identifikasi. Selain itu, banyak spesies jamur yang memerlukan kondisi khusus untuk dapat menunjukkan karakteristik morfologinya.
Keterbatasan ini mendorong perkembangan metode identifikasi berbasis biologi molekuler yang dapat meningkatkan keakuratan dan kecepatan dalam proses identifikasi jamur. Proses identifikasi jamur menggunakan teknik biologi molekuler biasanya mencakup beberapa tahap dan urutannya bisa bervariasi tergantung pada metode spesifik yang digunakan. Namun, secara umum langkah-langkah yang digunakan meliputi isolasi DNA dari sampel jamur, amplifikasi DNA menggunakan PCR, dan sequencing DNA yang dapat dilakukan menggunakan sanger sequencing atau teknik lainnya seperti Nex Generation Sequencing (NGS) . Sekuen DNA yang didapatkan kemudian dapat dianalisis menggunakan bioinformatika yang hasilnya akan memberikan gambaran atau informasi spesifik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jamur hingga ke tingkat spesies.
Salah satu teknik biologi molekuler yang terkenal untuk mengidentifikasi jamur adalah DNA barcoding yang bekerja dengan mengidentifikasi segmen DNA khusus yang cukup bervariasi di antara spesies jamur yang berbeda, tetapi tetap konsisten di dalam spesies yang sama. Untuk jamur, segmen DNA yang paling umum digunakan adalah wilayah Internal Transcribed Spacer (ITS) dari ribosomal DNA karena memiliki variasi yang cukup tinggi di antara spesies jamur, sehingga memungkinkan identifikasi yang akurat hingga tingkat spesies. Untuk mengisolasi ITS pada suatu sampel jamur, harus dilakukan isolasi DNA terlebih dahulu. Setelah didapatkan isolat DNA, langkah berikutnya adalah amplifikasi segmen ITS menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR). Untuk menargetkan ITS pada total isolat DNA, diperlukan primer universal, seperti ITS1 dan ITS4 yang secara spesifik akan menargetkan, mengikat, dan memperbanyak segmen ITS dari DNA jamur. Setelah itu, dilakukan sequencing untuk mendapatkan urutan nukleotida yang spesifik. Hasil sequencing ini kemudian dibandingkan dengan data referensi yang ada dalam database genetika, seperti GenBank atau database khusus jamur, untuk menentukan kecocokan dan mengidentifikasi spesies dengan akurasi tinggi.
Validasi hasil yang didapatkan melalui uji tambahan atau metode konfirmasi seperti PCR menggunakan primer yang lebih spesifik setelah spesies jamur diketahui juga penting dilakukan untuk memastikan bahwa identifikasi yang dilakukan benar dan konsisten.
Dengan kemajuan teknik biologi molekuler, khususnya DNA barcoding, proses identifikasi jamur kini menjadi lebih efisien dan tepat. Teknik ini memungkinkan deteksi dan klasifikasi spesies jamur dengan tingkat akurasi yang tinggi sehingga dapat mengatasi keterbatasan metode tradisional dan memastikan bahwa informasi yang diperoleh dapat dipercaya.
Jika Anda sedang mencari perusahaan atau lembaga terpercaya yang dapat melakukan identifikasi jamur dengan pengujian biologi molekuler, IML Testing and Research adalah jawabannya ! Dapatkan KONSULTASI GRATIS dengan kami terkait pengujian produk Anda.
REFERENSI
Campbell, C. K., & Johnson, E. M. (2013). Identification of pathogenic fungi. John Wiley & Sons.
Fisher, M. C., Garner, T. W., & Walker, S. F. (2009). Global emergence of Batrachochytrium dendrobatidis and amphibian chytridiomycosis in space, time, and host. Annual review of microbiology, 63(1), 291-310.
Humber, R. A. (1997). Fungi: identification. In Manual of techniques in insect pathology (pp. 153-185). Academic press.
Raja, H. A., Miller, A. N., Pearce, C. J., & Oberlies, N. H. (2017). Fungal identification using molecular tools: a primer for the natural products research community. Journal of natural products, 80(3), 756-770.
Xu, J. (2016). Fungal DNA barcoding. Genome, 59(11), 913-932.