Pencemaran Pestisida Pada Badan Air
Pestisida banyak digunakan di area perkebunan, pertanian dan lingkungan urban untuk menghilangkan hama yang mengganggu dan tidak diinginkan. Namun penggunaan pestisida dan instrumennya yang tidak sesuai dapat mengenai organisme atau daerah yang sebenarnya bukan menjadi target aplikasi pestisida tersebut. Badan air menjadi salah satu area yang sering terkontaminasi oleh pestisida atau bahan kimia yang digunakan di area pertanian atau perkebunan akibat aliran air tanah, atau drift yang mungkin terjadi pada saat penyemprotan.
Kasus pencemaran air oleh pestisida di beberapa negara Asia, seperti Malaysia, Jepang, China, dan India, menjadi masalah yang perlu diperhatikan (Syafrudin et al. 2021). Di Malaysia, penelitian di Tanjung Karang menemukan sembilan jenis pestisida terdeteksi dalam sampel air sebelum proses pengolahan air. Namun, setelah proses pengolahan air, konsentrasi semua jenis pestisida yang diteliti ditemukan berada di bawah 0,1 mikrogram/L, yang lebih rendah dari batas standar yang diatur oleh Standar Bahan Kimia Berbasis Kesehatan Eropa. Meskipun demikian, empat jenis pestisida (pymetrozine, tebuconazole, propiconazole, dan buprofezin) tidak sepenuhnya terhapus oleh proses pengolahan air (Syafrudin et al. 2021).
Di Jepang, penelitian pada sungai Dongjiang menemukan konsentrasi pestisida seperti endosulfan, chlorpyrifos, dan triazofos yang berbeda dalam air dan tanah daerah tersebut. Di China, pada sungai Songhua, pencemaran air akibat pestisida telah menjadi masalah yang parah. Studi menemukan konsentrasi pestisida seperti endosulfan, DDT, dan DDE di berbagai situs sungai (Syafrudin et al. 2021).
Di India, sungai Yamuna merupakan salah satu dari sungai terkencang di India, dengan konsentrasi pestisida seperti hexaklorocyclohexan dan DDT yang berbeda di berbagai sungai. Pada daerah aliran sungai Gomti, salah satu dari sungai utama di India, pada kota Lucknow, 21 pestisida ditemukan dalam air dan sedimen tanah sungai Gomti. Dampak sumber pencemaran DDT didiagnosis sebagai dari penggunaan pestisida dalam waktu yang lama di sekitar daerah aliran sungai Gomti (Syafrudin et al. 2021).
Di Indonesia, contohnya di Sungai Citarum, sebagai bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terletak di Provinsi Jawa Barat, secara rutin menerima limpasan air sebagai dampak dari berbagai aktivitas manusia, termasuk aktivitas pertanian. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa senyawa organoklorin masih dapat terdeteksi di air dan sedimen Sungai Citarum. Beberapa bahan aktif yang sebenarnya sudah dilarang namun masih digunakan ditemukan di DAS Citarum termasuk aldicarb, alfa-sipermetrin, diazinon, dikofol, endosulfan, karbaril, kartap hidroklorida, klorotalonil, klorpirifos, mankozeb, permetrin, dan sipermetrin (Rochmanti dan Oginawati, 2009).
Alur kontaminasi pada badan air terjadi melalui berbagai sumber, yaitu melalui sumber terpusat dan sumber non-titik. Pencemaran terpusat berasal dari lokasi tetap, seperti aliran kimia selama penyimpanan yang tidak tepat, pembuangan, serta penggunaan pestisida yang tidak sesuai aturan yang dianjurkan. Sementara itu, sumber non-titik berasal dari pergerakan pestisida dari area luas melintasi daerah aliran air dan akhirnya mencapai badan air seiring waktu, Sumber pestisida non-titik juga berasal dari lahan pertanian melalui peristiwa limpasan air dan erosi, yang menyebabkan pelepasan pestisida secara bertahap ke dalam sungai dan air tanah (Saleh et al. 2020).
Pencemaran pestisida dalam air disebabkan oleh bahan kimia pestisida yang persisten yang dilepaskan dari kegiatan pertanian, penggunaan di lingkungan urban, dan pabrik produksi pestisida. Selain itu, pestisida juga dapat masuk ke dalam air melalui evaporasi, di mana mereka kemudian mengendap kembali saat hujan, dan kemudian masuk ke badan air dan tanah. Namun, jalur ini relatif tidak signifikan. Secara umum, pestisida memasuki sistem hidrologi terutama melalui erosi dan perkolasi melalui lapisan tanah, di mana tingkat pencemaran pestisida dalam air dipengaruhi oleh sifat pestisida, karakteristik tanah, kondisi lokasi, serta aplikasi dan praktik pengelolaan pestisida (Saleh et al. 2020).
Pencemaran pestisida dalam air dapat memiliki dampak terhadap kesehatan yang serius, karena paparan jangka panjang terhadap konsentrasi rendah pestisida dapat menyebabkan risiko kesehatan non-karsinogenik yang signifikan (Saleh et al. 2020).
Selain berdampak pada kesehatan manusia, kontaminasi pestisida pada badan air juga berdampak secara ekologis. Ancaman serius bagi kehidupan akuatik muncul ketika air terkontaminasi oleh pestisida. Hal ini dapat berdampak negatif pada tanaman air, sehingga kemudian mengurangi kadar oksigen yang larut dalam air, Tanaman air memiliki peran vital dalam menyediakan sekitar 80% oksigen terlarut yang diperlukan untuk kelangsungan hidup makhluk akuatik. Kematian tanaman air akibat herbisida dapat mengakibatkan penurunan drastis tingkat oksigen terlarut, yang pada akhirnya menyebabkan ikan mengalami kekurangan oksigen, menyebabkan perubahan fisiologis dan perilaku dalam populasi ikan serta menurunkan produktivitas ikan secara keseluruhan (Helfrich et al., 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pestisida yang digunakan untuk merawat rumput dapat ditemukan di berbagai permukaan air, seperti kolam, sungai, dan danau.
Pestisida yang teraplikasi pada tanah kemudian terbawa ke dalam ekosistem akuatik, menjadi racun bagi ikan dan organisme non-target. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan jumlah populasi ikan (Scholz et al., 2012). Hewan air dapat terpapar pestisida melalui tiga cara, yakni penyerapan langsung melalui kulit (dermal), penyerapan melalui insang saat pernapasan, dan masuk melalui air minum yang terkontaminasi secara langsung (Helfrich et al., 2009).
Dari kasus-kasus yang sudah dijelaskan di atas, kita dapat melihat bahwa pengelolaan pestisida dan proses pengolahan air khususnya untuk keperluan dasar (mandi dan minum) yang efektif sangat penting untuk memastikan pasokan air yang aman bagi masyarakat.
REFERENSI
Helfrich LA, Weigmann DL, Hipkins P, Stinson ER (2009) Pesticides and aquatic animals: a guide to reducing impacts on aquatic systems. In: Virginia Polytechnic Institute and State University.
Rochmanti, 2009. Identifikasi Penggunaan Organoklorin di Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu, Desa Kertasari. Tugas Sarjana: Teknik Lingkungan.
Saleh, I. A., Zouari, N., & Al-Ghouti, M. A. (2020). Removal of pesticides from water and wastewater: Chemical, physical and biological treatment approaches. Environmental Technology & Innovation, 19, 101026.
Scholz NL, Fleishman E, Brown L, Werner I, Johnson ML, Brooks ML, Mitchelmore CL (2012). A perspective on modern pesticides, pelagic fi sh declines, and unknown ecological resilience in highly managed ecosystems. Bioscience 62(4):428–434
Syafrudin, M.; Kristanti, R.A.; Yuniarto, A.; Hadibarata, T.; Rhee, J.; Al-onazi, W.A.; Algarni, T.S.; Almarri, A.H.; Al-Mohaimeed, A.M. Pesticides in Drinking Water A Review. Int. J. Environ. Res. Public Health 2021, 18, 468. https://doi.org/10.3390/ijerph18020468