Mikroorganisme sebagai Senjata Ampuh Lawan Hama

Perlindungan tanaman sangat penting untuk mencegah dan penyakit yang merusak tanaman budidaya. Hingga saat ini, penggunaan pestisida kimia meningkat secara signifikan. Namun, muncul masalah resistensi hama terhadap pestisida kimia sehingga perlu solusi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. 

Pestisida Mikroba dalam Pengendalian Hama

Biopestisida merupakan salah satu alternatif berkelanjutan dalam pertanian modern. Keuntungan dari biopestisida adalah memiliki toksisitas yang lebih rendah dibandingkan pestisida kimia, spesifisitas yang tinggi terhadap target hama, dapat terurai dengan cepat, dan lebih kecil menyebabkan resistensi hama. Walaupun demikian, tingkat efektivitas biopestisida dalam mencegah hama lebih rendah dan memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan pestisida kimia. 

Menurut Helepciuc & Todor, efikasi biopestisida hanya sebesar 50%, sedangkan pestisida kimia memiliki efikasi yang lebih tinggi, yaitu sekitar 80%. Kombinasi antara pestisida kimia dan biopestisida dapat menyeimbangkan efektivitas dengan mengurangi risiko dampak ke lingkungan, sehingga pendekatan ini dapat membantu meminimalkan penggunaan pestisida kimia sintesis secara keseluruhan. 

Biopestisida terdiri dari tiga kelompok utama, yaitu makroorganisme (parasit dan predator), senyawa alami (ekstrak tumbuhan), dan mikroorganisme (bakteri, jamur, virus, dan protozoa). Pestisida mikroba telah banyak digunakan dan diteliti serta dianggap lebih ramah lingkungan.  

Pestisida mikroba memiliki prinsip menghambat patogen tanaman dan hama dengan cara memproduksi toksin, mengeluarkan enzim, melepaskan senyawa volatil, mengkolonisasi atau mengonsumsi inang secara langsung, dan menginduksi resistensi pada tanaman. Karakteristik pestisida mikroba adalah keberadaan mikroorganisme yang bertahan di lingkungan dapat memberikan perlindungan jangka panjang terhadap hama atau penyakit. 

Selain itu, jika mikroorganisme telah menemukan kondisi lingkungan yang mendukung akan memicu produksi metabolit beracun yang dapat mencegah timbulnya hama di tanaman. Berdasarkan analisis pasar global, pestisida mikroba menyumbang lebih dari 55% yang menunjukkan pentingnya jenis biopestisida ini terhadap permintaan konsumen akan hasil pertanian.

Baca juga:
Pengendalian Hama Ramah Lingkungan: Potensi dan Uji Efikasi Bacillus thuringiensis sebagai Insektisida

Sumber-sumber Pestisida Mikroba

Mikroba yang digunakan dalam formulasi pestisida, baik yang direkayasa secara genetik atau tidak, memiliki cara kerja khusus terhadap hama dan tidak membahayakan spesies yang bukan target. Pestisida mikroba meliputi bakteri, jamur, dan virus:

1. Pestisida Berbasis Bakteri

Pestisida ini relatif murah dan banyak digunakan. Bakteri menghasilkan endotoksin yang mengganggu sistem pencernaan hama dan menjajah tanaman untuk mengalahkan spesies patogen. Agen bakteri yang umum meliputi: Bacillus thuringiensis (menghasilkan kristal paraspora yang beracun bagi serangga), Pseudomonas fluorescens (menghasilkan enzim dan senyawa antimikroba), dan Serratia marcescens (patogen potensial).

2. Patogen Jamur

Dikenal sebagai entomopatogen, jamur ini menginfeksi serangga dengan menghasilkan enzim kitinase dan protease yang menembus kutikula serangga. Contoh yang tersedia secara komersial meliputi Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae, dan Trichoderma harzianum. 

3. Pestisida Berbasis Virus

Virus ini dikenal sebagai virus entomopatogen, yang dikategorikan menjadi virus inklusi (membentuk badan oklusi dalam sel inang) dan virus non-inklusi. Baculovirus sangat spesifik terhadap serangga dan aman bagi vertebrata tetapi lebih mahal, bekerja lebih lambat, dan kurang stabil di bawah paparan sinar UV.

Mode of Action Biopestisida Berbasis Mikroba

A farmer sprays pesticide in a lush rice paddy in Srikhanda, India, on a sunny day.
Petani menyemprotkan pestisida
Sumber foto Rabindra Sundar De dari Pexel

Cara tanaman untuk melindungi diri dari patogen adalah melalui resistensi terinduksi, kompetisi, hiperparasitisme, dan antibiosis. Resistensi terinduksi adalah pendekatan yang melibatkan aktivasi mekanisme resistensi berbasis rangsangan pada kutikula tanaman. Mekanisme ini diaktifkan yang dipicu oleh aplikasi mikroba atau senyawa yang dihasilkan mikroba tersebut sehingga meningkatkan kemampuan tanaman dalam mendeteksi ancaman melalui reaksi biokimia dan fisiologis, selain itu juga mengaktifkan respons imun bawaan (MAMP-Triggered Immunity). 

Respon ini dapat menyebar ke tanaman terdekat yang pada akhirnya memicu resistensi sistemik terakuisisi, yaitu membuat tanaman menjadi lebih siap ketika terkena serangan patogen kembali. Selanjutnya, cara kompetisi adalah dengan terjadinya kompetisi antara patogen dan agen pengendali hama mikroba untuk mendapatkan ruang dan nutrisi. Kompetisi ini dapat mengurangi populasi hama secara signifikan. 

Baca juga:
Panduan Pemula Biopestisida Mikroba: Jenis dan Cara Penggunaan

Mikroba yang dapat digunakan untuk strategi ini meliputi Pseudomonas sp. dan Trichoderma asperellum. Hiperparasitisme merupakan fenomena spesifik spesies (organisme parasit, agen pengendali hama mikroba) yang bergantung pada organisme lain (hama tanaman) untuk memperoleh nutrisi. Jamur hiperparasitis menggunakan enzim pengurai dinding sel untuk menyerang patogen inangnya. Contohnya Trichoderma sp. Diketahui sebagai hiperparasit yang efektif terhadap patogen tanaman Rhizoctonia solani. 

Antibiosis adalah strategi menggunakan metabolit antimikroba yang dihasilkan sebagai metabolit sekunder oleh mikroba selama fase stasioner. Cara ini untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba lain dengan metabolit seperti iturin, fengycin, dan surfaktan dari bakteri Bacillus sp. Dan fenazin dari Pseudomonas sp. Metabolit ini dilaporkan dapat sangat efektif dalam mengendalikan hama tanaman.

Potensi Pasar Global Pengendali Hama Berbasis Mikroba sebagai Biopestisida

Biopestisida yang telah diformulasikan dengan agen mikroba tidak diizinkan untuk dikonsumsi manusia dan tidak boleh disediakan untuk masyarakat dalam bentuk mentah. Sekitar 90% agen pengendali hama mikroba yang tersedia secara komersial berasal dari Bacillus thuringiensis, yang memiliki nilai pasar estimasi sebesar 3 miliar USD secara global atau setara dengan 5% dari total pasar pestisida. 

Diperkirakan pada tahun 2050, agen pengendali hama berbasis mikroba akan mendominasi pasar secara keseluruhan dan akan menghasilkan panen yang lebih tinggi dan efektivitas yang lebih besar dalam melindungi tanaman dari berbagai hama. Produk pertama dari biopestisida berbasis mikroba ini adalah Agrobacterium radiobacter strain K84 yang disetujui pada 1979 oleh EPA untuk mengendalikan penyakit crown gall

Potensi pasar biopestisida secara global, yang menyoroti pengaruh penggunaan MBCA, memberikan harapan untuk pertumbuhan yang signifikan di masa depan, terutama untuk pertanian berkelanjutan. Pestisida berbasis mikroorganisme menjanjikan perlindungan tanaman yang lebih ramah lingkungan. Namun, efektivitas dan kestabilannya sangat bergantung pada kualitas formulasi dan kecocokannya terhadap target hama. 

Untuk memastikan produk Anda bekerja optimal, uji laboratorium adalah langkah krusial yang tidak bisa dilewatkan. Sebelum diterapkan di lapangan atau dipasarkan secara luas, penting untuk menguji sejauh mana kemampuan pestisida mikroba Anda dalam mengendalikan hama target, serta memastikan tidak ada dampak yang merugikan tanaman atau lingkungan.

Mulai dari uji efikasi hingga pengujian toksisitas, pengujian laboratorium yang menyeluruh dapat membantu Anda menjaga kualitas formulasi dan memperkuat kepercayaan pasar.

Author: Safira, Editor: Sabilla

Referensi:

Chaudhary, R., Nawaz, A., Khattak, Z., Butt, M. A., Fouillaud, M., Dufossé, L., Munir, M., Haq, I.U., and Mukhtar, M.2024. Microbial bio-control agents: A comprehensive analysis on sustainable pest management in agriculture. Journal of Agriculture and Food Research, Volume 18. 

Helepciuc F-E, Todor A. EU microbial pest control: a revolution in waiting. Pest Manag Sci. 2022;78(4):1314–25. 

Wend, K., Zorrilla, L., Freimoser, F.M. et al. Microbial pesticides – challenges and future perspectives for testing and safety assessment with respect to human health. Environ Health 23, 49 (2024). https://doi.org/10.1186/s12940-024-01090-2 

Share your love

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Hubungi kami untuk informasi yang Anda perlukan.

Silakan konsultasikan kebutuhan pengujian produk Anda dengan tim ahli kami secara gratis.

Formulir Kontak