Menguak Rahasia Bakteri dalam Kosmetik: Deteksi Cepat dan Tepat dengan Metode Molekuler
Kehadiran bakteri yang tidak diinginkan dalam produk kosmetik merupakan ancaman kesehatan yang serius bagi konsumen di seluruh dunia. Selain itu, pertumbuhan bakteri berdampak negatif pada kualitas produk kosmetik.
Kontaminasi bakteri pada produk kosmetik dapat terjadi karena berbagai komponen dalam kosmetik yang mendukung pertumbuhan bakteri, seperti gula, vitamin, protein, minyak, dan air. Risiko kontaminasi ini semakin meningkat jika praktik pembuatan kosmetik tidak dilakukan dengan baik selama proses produksi.
Kosmetik yang terkontaminasi berisiko rusak dan merugikan konsumen. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan bahwa produk kosmetik bebas dari bakteri.
Selama 30 tahun terakhir, penerapan good manufacturing practices (GMP) telah menjadi dasar untuk meningkatkan analisis pengendalian mutu di industri kosmetik. Sebagai bagian dari GMP, uji batas mikroba oleh the United States Pharmacopoeia (USP) menyediakan metode untuk menentukan jumlah total bakteri, ragi, atau jamur pada produk yang akan diproduksi.
USP menetapkan 4 indikator bakteri, yaitu Salmonella spp., Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli. Berdasarkan peraturannya, produk kosmetik harus bebas dari kontaminasi bakteri-bakteri tersebut.
Pendeteksian kontaminan bakteri selama ini dilakukan dengan metode berbasis kultivasi. Namun, kini telah tersedia metode dengan pendekatan molekuler yang dapat mendeteksi bakteri dalam sampel yang terkontaminasi menjadi lebih cepat. Salah satu metode yang sering digunakan adalah teknologi Polymerase Chain Reaction (PCR).
Polymerase Chain Reaction (PCR) sebagai Metode Deteksi Kontaminasi Bakteri
Metode PCR telah dikembangkan dan divalidasi sebagai metode deteksi bakteri yang relatif cepat pada sampel kosmetik. Metode ini akan menunjukkan ada/tidaknya urutan genetik tertentu.
Dalam reaksi PCR, deteksi keberadaan kontaminan bakteri dilakukan oleh DNA polimerase yang mampu memperbanyak urutan genetik target yang spesifik.
Identifikasi DNA bakteri dengan PCR memanfaatkan gen khusus yang disebut dengan gen 16S rRNA. Penggunaan gen ini telah menjadi metode molekuler standar, baik di laboratorium maupun di lingkungan klinis. Gen 16S rRNA sangat spesifik untuk setiap jenis bakteri, sehingga menjadi target yang ideal untuk identifikasi.
Meskipun gen 16S rRNA sering digunakan untuk identifikasi bakteri dengan PCR, ada kalanya gen ini sama pada dua spesies yang berkerabat dekat. Dalam kasus seperti itu, gen lain seperti rpoB, tuf, gyrA, gyrB, dan protein kejut panas digunakan sebagai target untuk identifikasi.
Alat PCR secara otomatis mengondisikan siklus termal yang berbeda berdasarkan proses. Sampel akan dipanaskan pada suhu 95ºC untuk memulai reaksi. Pada suhu yang sama, 30 detik tambahan dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan untai DNA.
Suhu diturunkan hingga 65ºC selama 1 menit untuk memungkinkan primer menempel pada untai DNA target. Suhu dinaikkan kembali hingga 72ºC dan dibiarkan selama 90 detik untuk proses perbanyakan DNA, langkah diulang sebanyak 35 kali.
Setelah hasil PCR telah didapatkan, analisis selanjutnya untuk memisahkan dan memeriksa fragmen DNA dapat dilakukan dengan menggunakan teknik elektroforesis gel agarosa. Kemudian, DNA disekuensing dan dilakukan analisis BLAST pada urutan DNA bakteri untuk mengidentifikasi mereka.
Terdapat beberapa metode lainnya yang memiliki prinsip kerja yang sama, yakni real-time PCR dan Random Amplification of Polymorphic DNA (RAPD-PCR).
Analisis PCR dapat memberikan evaluasi kualitas produk kosmetik yang cepat sehingga tindakan perbaikan juga dapat dilakukan lebih awal.
Keunggulan Menggunakan Metode Berbasis Molekuler
Metode berbasis molekuler, terutama PCR, memungkinkan deteksi cepat, sensitif, dan akurat antara jenis dan strain mikroba. Metode ini bekerja dengan mendeteksi molekul penting, seperti DNA (deoxyribonucleic acid).
PCR dikenal sebagai teknik yang sangat sensitif untuk mendeteksi bakteri karena dapat dengan cepat memperbanyak target asam nukleat dari jumlah awal yang sangat kecil.
PCR mampu menganalisis keberadaan bakteri dengan cepat, yakni hanya membutuhkan waktu selama 24 jam atau 27 jam.
Burkholderia cepacia adalah salah satu kontaminan bakteri yang paling sering diisolasi dalam sampel kosmetik di seluruh dunia. Metode uji biokimia standar untuk isolasi dan identifikasi bakteri ini memerlukan waktu 5–6 hari untuk diselesaikan.
Burkholderia cepacia memiliki variasi genetik yang membuatnya sulit dideteksi dengan uji biokimia biasa. Namun, metode PCR bisa dengan cepat mendeteksi bakteri ini dalam waktu 27 jam menggunakan PCR Ready-To-Go beads. Metode ini lebih sederhana karena hanya perlu menambahkan sampel dan primer DNA spesifik untuk Burkholderia cepacia.
Metode PCR tidak hanya lebih cepat daripada metode konvensional yang menggunakan kultur, tetapi juga bisa mengidentifikasi bakteri yang sulit tumbuh di laboratorium.
Mencari laboratorium uji biologi molekuler untuk kosmetik Anda? Segera konsultasikan dengan IML Research. Klik disini : Formulir Konsultasi Gratis !